hanya sebatas kata

silahkan pergi ke sudut hati,
ada Tuhan di sana

Selasa, 05 April 2011

Dewa Dewi


Setiap pagi Dewi mengucap pada Dewa ‘Aku siap melangkah hari ini hei laki-laki, :) bersama senyum yang selalu ia tandai di akhir kata. Aku siap  karena aku sudah duduk di depan meja ruang kantorku, siap bercumbu dengan monitor untuk mendesign sebuah karya nyata yang melukiskan bahwa kehidupanku ada di sana, kadang jenuh mendera, tapi hidup adalah langkah pastinya, harus menikmati dan tersenyum pada hidup itu sendiri’

Setiap pagi Dewa mengucap pada Dewi ‘Engkau adalah sebuah maha karya Tuhan, yang sengaja diciptakan untuk menuliskan cerita kehidupan yang nyata dalam langkah di tiap harimu, beserta doa dalam lelahmu, kau hebat perempuan, aku banyak belajar darimu, setulus kasih sayang ibu, bahkan aku saja tak bisa melukiskan keluguanku dalam hidupku sendiri’

Setiap pagi hampir setiap pagi terucap kata-kata itu. Dewa sebisa mungkin memerhatikan tiap tetes lelah yang terpacak dalam keluh kesah Dewi. Mencoba melukiskan menuliskannya sedalam hati, walau tak seindah lukisan karya design Dewi di ruang kantornya.

Setiap malam, Dewa mencoba menuliskan lagi kisah hidup sang Dewi, dalam coretan di atas kertas. Bentuk kertas itu memang tak indah, apalagi isinya sangat jauh menjulang bila dibanding keindahan Dewi. Karena sangat wajar memang, karena kertas itu diambil dari tumpukan buku yang sudah lapuk berdebu, semakin hari semakin tak ada arti.

Kertas itu kembali diambil, dan terlihat warna yang mulai tak jelas. Dibilang masih putih jelas sekali kertas itu penuh dengan debu. Dibilang sudah usang jelas kertas itu belum terpakai. Debu bersatu dengan kertas putih, jadilah sebuah warna kertas yang tak jelas. Jika diibaratkan warna, tak hitam tak putih, lebih mendekati abu-abu.

Tak bisa lagi dibersihkan seperti semula, tapi bisa dipakai untuk menuliskan Dewi yang selalu memberi pelajaran kepada Dewa. Setiap malam, kertas itu diisi dengan pena yang ia punya, untuk menuliskan sebuah cerita yang sangat bermakna bagi dirinya. Dewi tahu itu, bahwa kehidupannya ditulis dalam kertas. Walau kadang Dewa bingung karena ketakutan apa yang ia tulis tak sesuai dengan langkah Dewi. Dan pastinya, Dewa akan sangat berhati-hati karena tulisannya itu ditulis setulus hati.

Ia bercerita pada dirinya. Tentang sebuah perjalanan yang ia lalui bersama Dewi yang selalu ada dalam setiap gerak tubuh, dalam setiap gerik hatinya, sebisa mungkin di atas kertas itu. Walau ada satu tanya dalam hati yang, sebenarnya, ingin ia tuliskan di kertas itu dan berharap Dewi bisa menjawabnya dengan anggukan. Lalu Dewa pasti akan menceritakan kembali anggukan Dewi dengan kata ‘Iya, selamanya’.

 Bandung, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar