hanya sebatas kata

silahkan pergi ke sudut hati,
ada Tuhan di sana

Rabu, 20 Juni 2012

Pendidikan Karakter dan 99,57% Kelulusan






99,57% kelulusan, itulah hasil yang didapat dari proses pendidikan SMP/MTs se-Indonesia selama tahun ajaran 2011/2012.  Jika dibandingkan dengan tahun lalu yang memiliki persentase kelulusan 99,45%, bisa diartikan pendidikan di negeri kita untuk SMP/MTs mengalami peningkatan sebesar 0,12 % dibandingkan tahun lalu. 47.386 SMP/MTs mengikuti UN dengan jumlah siswa 3.697.865. Sebuah catatan yang menjanjikan dalam bidang pendidikan melihat jutaan siswa lulus dari jenjang wajib 9 tahun. Sisa dari itu semua mengalami nasib yang kurang baik dengan tidak lulus.

Baiklah, kita kesampingkan dulu lulus dan tidak lulus, walau nanti dalam pembahasannya akan menyinggung tentang pembahasan ketidaklulusan. Ada hal penting lainnya yang harus digarisbawahi oleh para pendidik di negeri ini.


Kadang kala karena pemberitaan yang terlalu berlebihan, semua orang lupa akan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Selain target kelulusan yang terus meningkat di setiap tahunnya, sejak beberapa tahun terakhir, pendidikan di Indonesia mendengung-dengungkan tentang tujuan pendidikan yang berpijak pada Pendidikan Karakter di sekolah. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah, sejauh mana keberhasilan Pendidikan Karakter itu dapat diukur? Apakah itu bisa diukur dengan keberhasilan kelulusan siswa?
Jawabannya bisa iya atau tidak. Tetapi rasa-rasanya melihat apa yang terjadi selama ini, Pendidikan Karakter tidak pernah terbahas manakala kelulusan siswa menjadi pemberitaan utama di berbagai media atau di sekolah-sekolah pada akhir tahun ajaran. Padahal pendidikan karakter dijadikan “Pilar Kebangkitan Bangsa” dalam sebuah pidato kenegaraan oleh salah satu pemilik kebijakan di negeri ini. Sungguh sebuah slogan yang ideal dan membangun, tapi hanya sebatas slogan tanpa pelaksanaan yang berarti.

Salah satu butir dari Pendidikan Karakter adalah “Keadilan”. Apakah keadilan benar-benar bisa diukur oleh adanya ujian-ujian yang dilaksanakan dalam pendidikan? Melihat apa yang terjadi setahun ini, di mana dari hasil Ujian Nasional menempatkan daerah Nusa Tenggara Timur sebagai daerah penyumbang ketidaklulusan terbanyak dengan jumlah 1906 siswa, diikuti Kalimantan Barat 1402 siswa dan diperingkat terakhir dari puluhan propinsi adalah DKI Jakarta dengan jumlah 1 siswa.

Sangat terlihat bagaimana keadilan ini tidak diterapkan, pemerintah sendiri sebagai pemegang kebijakan tertinggi dalam pendidikan tidak bisa menerapkan Pendidikan Karakter dalam butir Keadilan ini.

Sebelum menerapkan pendidikan karakter ini dalam sistem pendidikan. Pemerintah seharusnya memberi teladan yang baik bagi bangsa ini. Dari satu contoh di atas saja telah terjadi sebuah kontradiksi yang naas, manakala perbandingan ketidaklulusan terlihat sangat jomplang dari satu daerah dengan daerah lainnya. Pemerintah sebagai pemegang kunci dari sistem pendidikan harus berpikir kembali berulang-ulang mengenai penerapan Pendidikan Karakter di Indonesia dan hubungannya dengan kelulusan siswa.

Pemerintah harus bisa menerapkan dulu sistem yang dibangun dari dirinya, jangan berharap bisa diterapkan dalam skala yang lebih detail, yaitu seorang siswa. Jika untuk pemerintah saja, sebagai pemegang hak kebijakan tidak bisa menerapkan pendidikan karakter itu sendiri. Setelah kebijakan itu bisa dilaksanakan dilingkungan pemerintah, maka pelaksanaan Pendidikan Karakter bisa dilaksanakan di sekolah-sekolah. Akhirnya ada sebuah pertanyaan besar yang menggantung dalam pikiran: berapa siswa dari 99,57% yang telah lulus dan dianggap berhasil dalam menerapkan Pendidikan Karakter? Wallahua’lam.

Sumber: *Pikiran Rakyat 6 Juni 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar