Program sertifikasi dengan berbagai modus kebijakan
birokrasi yang rumit hanya akan melahirkan guru-guru tukang yang miskin
kreativitas dan inovasi. “ Tulis seorang guru dalam artikelnya.
Kesimpulan yang diambil dari cara pandang seperti itu
memanglah sah-sah saja. Ketika guru berlabel sertifikasi diwajibkan untuk
memenuhi syarat jam pelajaran sebanyak 24jam pelajaran per minggunya, lalu
seperti menemui benteng yang tinggi ketika mengenai seorang pengajar di sekolah
yang mempunyai kelas sedikit. Bukankah
banyak jalan lain menuju Roma?
Jam pelajaran yang mengharuskan seorang pendidik mendapatkan
jatah minimal 24 jam sesuai keahliannya, itu bukan langkah yang salah, mengingat
untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas itu harus dipegang oleh ahlinya.
Banyak sekolah yang mempunyai kapasitas kecil dan tidak mencukupi jam pelajaran
bagi guru-gurunya, itu bisa ditemukan jalan keluarnya dengan megabdi di sekolah
lain, dengan catatan sesuai keahlian.
Kalau mempunyai niat yang baik, pasti semuanya akan berjalan
dengan baik. Ada yang tidak disadari oleh pendidik yang saya kira berpikiran
sempit, sesungguhnya pemerintah telah berusaha seprofesional mungkin dalam
membangun pendidikan di negeri ini. Berbagai peraturan dibuat dengan tujuan
pendidikan yang lebih maju dan bermanfaat. Sudut pandang kita sebagai pendidik
haruslah bisa melihat sisi yang lain dari sistem yang dibangun. Tidak hanya
melihat dari sudut pandang yang negatif saja tentang kebijakan pemerintah.
Masih dari kesimpulan di atas, ‘berbagai modus dari
kebijakan birokrasi’ yang dimaksud terasa samar dan kurang beralasan. Jika pun
mengambil alasan tentang birokrasi yang rumit, ya kita jalankan saja, toh
peraturan itu dibuat demi kepentingan bersama. Apakah akan mengakibatkan
guru-guru tukang yang miskin kreativitas dan inovasi? Kembali pada kebijakan
diri masing-masing, saya rasa mengenai kreativitas dan inovasi seseorang tidak
akan terlalu bergantung pada sistem yang sudah diperjuangkan pemerintah selama
ini. Kreativitas lahir dari keadaan yang diciptakan secara terus menerus.
Kita lihat bagaimana Thomas Alfa Edison menemukan lampu
pijar yang berasal dari kegagalan yang beratus kali, inovasi bisa dilakukan
kapan saja dengan tekun. Bahkan dalam waktu sempit sekali pun. Asal ada niat
baik dari diri kita sebagai pendidik untuk memajukan pendidikan itu, cepat atau
lambat akan terlaksana, begitu pun dengan kreativitas yang dilakukan di kelas.
Sebuah rumah dibangun oleh tukang-tukang yang terdiri dari
bermacam ahli, baik itu di bidang penembokan, pengecatan, pasang genteng, dan
masih banyak lagi. Hingga pada akhirnya berdirilah sebuah rumah yang
diinginkan. Seperti itulah pendidikan kita.
Oleh karena itu, ada baiknya para pendidik menyesuaikan diri
dengan sistem yang berlaku. Toh kalau mau mengubah pun tidak akan pernah
berhasil. Pendidikan karakter yang dibangun sekarang ini sudah cukup untuk
mewakili terbentuknya sebuah pendidikan yang berkualitas. Kreativitas dan
inovasi bisa dilaksanakan secara perlahan, sambil menyesuaikan dengan sistem
yang ada. Kemudian jam pelajaran bisa disiasati dengan mencari sekolah lain
yang sesuai dengan keahlian guru yang bersangkutan. Tak ada kemiskinan dalam
proses keilmuan dan banyak jalan menuju Roma.
Sumber: *Pikiran Rakyat 23 Mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar